SELAMAT DATANG ! . SEMUA BANNER DI SINI BERHARGA LHO..KLIK AJA.... SALAM SUKSES.

NASIHAT PERKAWINAN


KATA PENGANTAR
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua
sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalahpun, dalam kehidupan ini, yang
tidak dijelaskan. Dan tidak ada satupun masalah yang tidak disentuh nilai
Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam,
agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai
bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga
bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati.
Islam menuntunnya. Begitupula Islam mengajarkan bagaimana
mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap
mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah
shallallhu 'alaihi wa sallam, begitupula dengan pernikahan yang sederhana
namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.
Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa'at dan paling afdhal dalam
upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah
inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh
sebab itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong untuk
mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas
kendala-kendalanya.
Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis
dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari
persilangan syar'i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan
keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi
semakin semarak.
Melalui risalah singkat ini. Anda diajak untuk bisa mempelajari dan
menyelami tata cara perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh
nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu
yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang
berkepanjangan dan melelahkan.
Mestikah kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya
lantaran sebuah pernikahan ..? Na'udzu billahi min dzalik.
Wallahu musta'an.
MUQADIMAH
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu
menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut
tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh
suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena
lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan
nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral.
Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya
Bani Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan
kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Menurut Islam Bani Adamlah
yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Ilahi sebagai
khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat :
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah : 30).
Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan
penting dan besar. 'Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu
perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaiman
firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan
mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat".
(An-Nisaa' : 21).
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khusunya
suami istri, memelihara dan menjaganya secara sunguh-sungguh dan
penuh tanggung jawab.
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap
persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan
yang ideal, melakukank hi t b ah (peminangan), bagaimana mendidik anak,
serta memberikan jalan keluar jika terjadike mel ut dalam rumah tangga,
sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam
secara rinci dan detail.
Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka
rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah
Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen), dengan
rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan
maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang
terjadi di masyarakat kita.
Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini,
hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang :Fi t r ah
Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan
Penyimpangan Dalam Perkawinan.
PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar idak terjadi
penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas
fitrahnya.
Perkawinan adalah fithrah kemanusiaan, maka dari itu Islam
menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah
(naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang
sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang
banyak menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus ;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Ar-Ruum : 30).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an
dan As-Sunnah sebagi satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan
naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga
yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali,
sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.
Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari
agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara
yang separuhnya lagi". (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah
dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik
radliyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan
larangan yang keras". Dan beliau bersabda :
"Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena
aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi
kelak di hari kiamat". (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu
Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian
setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan
mereka. Salah seorang berkata : Adapun saya, akan puasa sepanjang masa
tanpa putus. Dan yang lain berkata : Adapun saya akan menjauhi wanita,
saya tidak akan kawin selamanya.... Ketika hal itu di dengar oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
"Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi
Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian.
Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur
dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golongannku". (Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan
dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain
Muhammad Yusuf : "Hidup membujang adalah suatu kehidupan yangkering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu
kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada
umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri
serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab".
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri.
Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga
kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada
dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat
diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama
kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu
kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka
mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup
ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagian
hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin
mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistemke-rah ib-an karena sistem tersebut bertentangan
dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah
dan kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi mahluknya. Sikap
enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang
jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia
berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang
diakaruniakan Allah, misalnya ia berkata : "Bila saya hidup sendiri gaji saya
cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!".
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan
ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah
akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan
suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya :
"Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-
laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui". (An-Nur : 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan
sabdanya :
"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka,
yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya
supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara
kehormatannya". (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu
Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah
radliyallahu 'anhu).
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti
membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata : "Jika umurku tinggal
sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus
menemui Allah sebagai seorang bujangan". (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul
'Arus hal. 20).
TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan
adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan
ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan
cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini
dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur.
Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya
ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji,
yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur.
Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana
efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
"Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad,
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami.
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq
(perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-
batas Allah, sebagaimana firman Allah dalan ayat berikut :
"Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang bail. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dhalim". (Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan
dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduany sanggup menegakkan
batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah
lanjutan ayat di atas :
"Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang
kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan
suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka
tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk
kawin kembali, jiak keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, diternagkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui
". (Al-Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri
melaksanakan syari'at Sialm dalam rumah tangganya. Hukum
ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at ISlam adalah WAJIB.
Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah
tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria
tentang calon pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa'ah.
b.Shalih ah.
a. Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit
zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam
mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan
keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara
pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu' (sederajat,
sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam
perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan
antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina
rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapikafa'ah
menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta
ahlaq seseorang, status sosial , keturunan dan lain-lainnya. Allah
memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab,
miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat
taqwanya (Al-Hujurat : 13).
"Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-Hujurat : 13).
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk
menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan
pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahanakan adat
istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka
hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak
demikian, niscaya kamu akan celaka". (Hadits Shahi Riwayat Bukhari
6:123, Muslim 4:175).
b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihan dan wanita
harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur'an wanita yang
shalihah ialah :
"Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi
memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara
(mereka)". (An-Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita
yang shalihah ialah :
"Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup
seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti
wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang
bukan mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at
kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya".
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan
terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar
dapat melahirkan generasi penerus umat.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenunya untuk beribadah kepada Allah dan
berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah
tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di
samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai
menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah
!. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya :
"Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya
terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menjawab : "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami)
bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? "Jawab
para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi : "Begitu pula kalau
mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala !". (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-
168 dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih).
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih.
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan
mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
"Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami
istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-
cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?". (An-Nahl :
72).
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar
memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan
pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak
"Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga
banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami,
diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri
bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya
ke jalan yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar
dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan
berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan
pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan
dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia
meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang di pinang oleh
orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita
yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah
disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi
:
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih
dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
3. Walimah
Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelk-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang
hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan oran-
orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan
walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hadits Shahih
Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih,
baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam :
"Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin
dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa".
(Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38
dari Abu Sa'id Al-Khudri).
SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN
YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN.
1. PACARAN
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya
"Berpacaran" terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa
perkenalan individu, atau masa penjajakan atau di anggap sebagai
perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.
Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama
antar berbagai pihak untuk menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu
yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan
yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa
dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi
pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas
semuanyaharam hukumnya menurut syari'at Islam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang
perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya". (Hadits
Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran
hukumnyaharam.
2. Tukar Cincin.
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini
bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, nashiruddin Al-Bani)
3. Menuntut Mahar Yang Tinggi.
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak
mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam
menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang
tinggi.
Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang
membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu
sangat lemah. (Lihat Irwa'ul Ghalil 6, hal. 347-348).
4.Mengikuti Upacara Adat.
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara,
upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib
untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu
meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-
sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah
mereka matikan dan padamkan.
Sungguh sangat ironis...!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat
istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin
kepada Islam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin ?". (Al-Maaidah : 50).
Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam,
maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka
akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (Ali-Imran : 85).
5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah.
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa' Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa' Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.
Dari Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari
Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah :Birafa'
Wal Banin. 'Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata :
"Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu 'alaihi
wa sallam melarang ucapan demikian". Para tamu bertanya :"Lalu apa yang
harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?". 'Aqil menjelaskan :
"Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka 'Alaiykum" (= Mudah-
mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian
keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam". (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah,
Darimi 2:134, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).
Do'a yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ucapkan kepada
seorang mempelai ialah :
"Baarakallahu laka wa baarakaa 'alaiyka wa jama'a baiynakumaa fii khoir"
Do'a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
'Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan
do'a : (Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka wa jama'a baiynakuma fii
khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan
Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia
mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan". (Hadits Shahih Riwayat
Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi
7:148).
6. Adanya Ikhtilath.
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang
memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita.
Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah,
sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya.
7. Pelanggaran Lain.
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah
musik yang hingar bingar.
KHATIMAH
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang
diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah
(kasih sayang), Allah berfirman :
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram
bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan di antaramu (suami, istri)
rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". (Ar-Ruum : 21).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling
memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan
kewajibannya serta memahami tugas dan fungsiya masing-masing yang
harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang
mendapat keridla'an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi
manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara
ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang
pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak
dilanda "kemelut" perselisihan dan percekcokan.
Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam
Al-Qur'an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam
memberikan jalan terakhir, yaitu "perceraian".
Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan
membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan,
tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.
Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala(Ali-Imran : 19).
"Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan
keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi
orang-orang y